Kasus Dugaan Jaringan Sindikat Mafia Tanah di Helvetia, Polda Sumut Diminta Periksa Oknum yang Terlibat
DikoNews7 -
Kasus
pencaplokan (perampasan) tanah yang diduga dilakukan oleh sindikat mafia tanah di Dusun 2 Desa Helvetia, Kecamatan
Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, hingga kini terus bergulir dan makin memanas,
Senin 23/01/2023.
Sejumlah
oknum yang ditenggarai terlibat sejak proses awal pembuatan surat
pengakuan penguasaan fisik yang ditulis oleh Rakiyo (70) mulai saling
tuding, seakan tidak terlibat dalam kasus tersebut.
Sementara itu, pihak Merawati yang menjadi korban, melalui penasehat hukumnya Ardianto SH meminta Polda Sumut segera memanggil dan memeriksa sejumlah oknum yang diduga terlibat dalam proses pencaplokan tanah di areal seluas 5.600 Meter miliknya itu.
Dengan
diperiksanya oknum-oknum yang diduga terlibat, bisa meredam amarah keluarga Merawati dan diharapkan kasus ini
bisa terungkap secara terang benderang dan Merawati bisa mendapatkan
kembali haknya.
“Kita sudah sampaikan seluruh berkas yang
berkaitan dengan kasus itu ke Direskrim Polda Sumut. Kita berharap
kasusnya segera diusut agar oknum-oknum yang terlibat dalam pencaplokan
tanah, hingga terbitnya sertifikat hak milik (SHM) dari BPN Deli Serdang
mempertanggungjawabkan perbuatan mereka secara hukum,” jelas Ardianto
SH.
Sesuai Putusan Mahkamah Agung RI No.139 K/ TUN/ 2002 tanggal
21 April 2004, Merawati secara sah memiliki sebidang tanah seluas 5.200
M2 di Dusun 2 Desa Helvetia.
Salah satu dictum putusan itu dengan tegas menyebutkan, bahwa tanah tersebut bukan bagian dari HGU PTP IX. Bahkan kemudian keluar Surat Gubernur Sumut, masa Raja Inal Siregar, yang melarang PTPN 2 (setelah dilebur dengan PTP IX) mendirikan bangunan apa pun di atas tanah tersebut.
Berdasarkan
kekuatan inilah kemudian Merawati mengurus Surat Keterangan dari Camat
Labuhan Deli. Dan seluruh data administrasi atas tanah ini ada di kantor
Desa Helvetia dan kantor Camat Labuhan Deli.
Namun kemudian
tanpa sepengetahuan Merawati, oknum Sekretaris Desa Helvetia Komarudin
menandatangani surat pengakuan penguasaan fisik yang diajukan Rakiyo,
atas lahan seluas 1.888 M2 yang jelas-jelas tidak sesuai dengan fakta di
lapangan.
Anehnya surat tanpa nomor registrasi itu, kemudian ikut ditandatangani dan di stempel oleh Camat Labuhan Deli Eddy Syahputra Siregar. Belum terungkap, apakah keduanya terlibat langsung atau menjadi korban oknum-oknum yang bermain untuk memuluskan penjualan tanah ini.
Ketika di temui awak media beberapa waktu lalu, mantan Kepala Desa Helvetia Agus Sailin mengaku menolak menandatangani surat pengakuan yang di buat Rakiyo dan di bawa oleh menantunya bernama Asep, di saat masa akhir jabatannya.
Namun atas perintah Camat Labuhan Deli, akhirnya Agus Sailin menyerahkan stempel Kepala Desa kepada Sekdes Komaruddin. Komaruddin lah yang kemudian membubuhkan tandatangan atas nama Kepala Desa Helvetia dan membubuhkan stempel di surat tersebut, ucap Agus Sailin.
Berdasarkan informasi yang didapat, dari surat inilah kemudian proses berlanjut, hingga ke tim verifikasi lahan eks HGU PTPN 2 di kantor Gubernur, dan pembayaran SPS (Surat Perintah Setor) ke PTPN 2 di Tanjung Morawa.
Rakiyo
yang pensiunan PTPN 2 itu kemudian merogoh kocek dan membayar SPS
sebesar Rp 3,1 Milyar lebih. Berbekal Surat Keterangan Pelunasan SPS
dari pihak PTPN 2 yang ditandatangani SEVP Businnis Suport Syahriadi
Siregar, tanggal 18 Februari 2022, maka secara resmi tanah seluas 1.888
meter dan bangunan di atasnya dihapus dari aset PTPN 2.
Surat
inilah yang kemudian menjadi bekal Rakiyo untuk mengurus Sertifikat Hak
Milik (SHM) ke Badan pertanahan Nasional (BPN) Deli Serdang. Dalam waktu
tidak berapa lama, SHM atas nama Rakiyo kemudian diterbitkan BPN, dan
dalam waktu singkat pula SHM itu berganti nama menjadi milik A Liong
alias Budi Kartono.
Sejak
awal sebenarnya proses yang terjadi atas tanah yang sebagian milik
klien kami itu cacat hukum. Karena itu kita sudah melayangkan surat ke
BPN Deli Serdang, agar Sertifikat Hak Milik atas nama Budi Kartono,
dibatalkan dan tidak bisa dipergunakan untuk kepentingan apa pun, ucap
Ardianto.
"Ini merupakan langkah pencegahan, agar SHM tersebut tidak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan, dan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi pihak lain,” jelas Ardianto SH.
Reporter : Tim