Gubernur Sumut Diduga Beli Lahan "Bodong" 152 Miliar, Dilapor Ke KPK
DikoNews7 -
Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, diduga melakukan perbuatan melawan hukum, dengan membeli sebidang lahan untuk keperluan sport center, guna persiapan jelang perhelatan olahraga nasional dengan skema Pekan Olahraga Nasional (PON) Tahun 2024, namun diduga lahan tersebut tidak memiliki legalitas yang jelas, alias Bodong. Jumat, 17/03/2023.
Akibatnya, sejumlah pihak pun mengendus adanya maksud tertentu dibalik perbuatan itu, karena sudah sepatutnya seorang Gubernur dapat meneliti dan memperhatikan terlebih dahulu tentang legalitas lahan yang akan dibeli menggunakan uang negara.
Sebagaimana diketahui bahwa lahan yang saat ini dikuasai oleh PTPN II itu tidak memiliki HGU dan SK No 10 pun diketahui telah habis masa berlakunya, sehingga menjadi pertanyaan besar, siapa yang berhak secara hukum yang menerima pembelian sebesar Rp 152 Miliar dari Pemprov Sumut.
Kejangggalan ini pun ditegaskan oleh Sekretaris Kelompok Tani Sejahtera Deli Bersatu, Pahala Napitupulu. Melalui sambungan selulernya, Selasa (14/03/2023) siang.
Pahala Napitupulu selaku Sekretaris Kelompok Tani Sejahtera Deli Bersatu mengaku sebagai pihak yang telah melaporkan orang nomor satu di Sumatera Utara tersebut kepada Lembaga Penegak Hukum, KPK.
“Benar bang, kami ke KPK Senin 13 Maret 2023 kemarin untuk melaporkan indikasi korupsi dalam pembelian lahan sport centre yang memakan biaya Rp152 miliar serta uang yang digelontorkan untuk pematangan lahan, pembuatan gapura,” terang Pahala.
Diterangkan Pahala, celah penyelewengan uang negara dapat dibuktikan sejak pembelian lahan tanpa dasar hukum yang sah. Sebab, PTPN II hingga saat ini tidak mengantongi HGU, melainkan SK 10 kadaluarsa dan tidak dapat digunakan untuk jual beli.
Artinya, uang sebesar Rp152.981.975.472 yang dibayarkan ke PTPN II adalah cacat hukum, sebab tanah yang dijual bukanlah milik perusahaan plat merah itu.
Keabsahan yang diskenariokan ini kemudian melegalkan pihak Dispora Sumut menyerap anggaran untuk pematangan lahan senilai Rp 16.4 M, pembangun gapura sebesar Rp 2.8 M, serta pengeluaran lainnya untuk pembangunan.
Tidak haya perkara uang saja. Fakta lain terkuak bahwa sertifikat nomor 2 telah dibatalkan BPN Deli Serdang. Hal itu terungkap dalam eksepsi perkara 55/PDT.G/2022/PN.LBP tanggal 17 Oktober 2022, yang menyatakan penghapusan sertifikta itu disebabkan proses penerbitannya dibawah tangan. Meski begitu, Pemprov Sumut tetap menutupi hal itu semua dengan pengalihan isu soal ganti rugi.