Jeritan Hati Wartawan di Gaza Pasca Kematian Rekannya: Kami Sekarat dan Tidak Ada yang Peduli
DikoNews7 -
Seorang koresponden TV Palestina dan 11 anggota keluarganya tewas pada Kamis (2/11/2023), di Gaza selatan akibat serangan udara Israel.
Mohammad Abu Hattab sempat melaporkan siaran langsung pada Kamis malam di luar Rumah Sakit Nasser di Gaza, sekitar 30 menit kemudian, dia terbunuh di rumahnya. Kantor berita WAFA mengonfirmasi kematiannya dan keluarganya.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan tidak mengetahui soal pasukan mereka beroperasi di tempat Hattab dan keluarganya terbunuh.
"Berdasarkan tinjauan operasi di wilayah tersebut, IDF tidak mengetahui adanya aktivitas militer yang dilakukan oleh pasukan kami di sekitar lokasi tersebut," kata IDF pada Sabtu (4/11).
Kematian Hattab menimbulkan kejutan di ruang redaksinya. Wartawan TV Palestina Salman Al Bashir bahkan mempertontonkan laporan langsung yang emosional hingga membuat seorang pembawa berita televisi menangis.
"Kami tidak tahan lagi. Kami kelelahan, kami di sini adalah korban dan martir yang menunggu kematian kami, kami sekarat satu demi satu dan tidak ada yang peduli dengan kami atau bencana skala besar dan kejahatan di Gaza," kata Al Bashir.
"Tidak ada perlindungan, tidak ada perlindungan internasional sama sekali, tidak ada kekebalan terhadap apapun, alat perlindungan ini tidak melindungi kami dan tidak juga helm-helm ini," lanjut Al Bashir dengan terbata-bata, sambil melepas helm dan rompi pelindung bertuliskan 'PRESS'. "Yang kami pakai ini hanya slogan-slogan, sama sekali tidak melindungi jurnalis."
Pemilik akun X alias Twitter @ShazaAbed mengatakan, "Reporter TV Palestina Salman Al-Bashir melemparkan rompi pers saat siaran langsung tak lama setelah kematian rekannya, Mohammed Abu Hatab."
Al Bashir juga mengatakan bahwa pengeboman yang dilakukan Israel selama berminggu-minggu di Gaza menjadi hal yang tak tertahankan bagi warga Palestina di sana.
"Kami silih berganti menunggu giliran," ucapnya.
"Rekan kami Mohammad Abu Hattab baru saja berdiri di sini 30 menit yang lalu dan sekarang dia meninggalkan kami, bersama istrinya, saudara laki-lakinya, dan banyak anggota keluarganya yang kini menjadi korban di dalam rumah sakit ini."
Serangan udara Israel ke Gaza, menurut otoritas kesehatan Gaza, telah menewaskan lebih dari 9.200 orang, di mana lebih dari 3.800 di antaranya adalah anak-anak.
Perang Hamas Vs Israel dimulai pada 7 Oktober setelah Hamas menyerang wilayah Israel selatan, menewaskan setidaknya 1.400 orang dan menyandera lebih dari 220 orang. Sejak saat itu, pesawat-pesawat tempur Israel menyerang kawasan pemukiman, sekolah, dan rumah sakit di Gaza, memicu protes di seluruh dunia.
IDF telah berulang kali meminta warga Gaza untuk pindah ke selatan, namun daerah tersebut juga telah dihantam dengan serangan mematikan.
Kelompok-kelompok kemanusiaan mengatakan tidak ada tempat yang aman untuk mengungsi di Gaza.
Menurut TV Palestina, laporan siaran terakhir Hattab adalah tentang serangan udara Israel di Kota Khan Younis dan jumlah korbannya.
Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mengumumkan bahwa setidaknya 33 jurnalis telah terbunuh sejak 7 Oktober, termasuk 28 warga Palestina, empat warga Israel dan satu warga negara Lebanon.
Pekan lalu, kepala biro Al Jazeera di Gaza kembali mengudara kurang dari 24 jam setelah keluarganya terbunuh dalam serangan udara Israel.