Trump Akui Bakal Kembali Hubungi Kim Jong Un


DikoNews7 -

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengaku akan kembali menghubungi Kim Jong Un. Hal tersebut disampaikannya dalam wawancara yang disiarkan pada Kamis (23/1/2025), di mana dia menyebut pemimpin Korea Utara yang pernah dia temui tiga kali itu sebagai "pria cerdas".

"Ya, saya akan. Dia menyukai saya," ujar Trump dalam wawancara dengan Fox News saat ditanya apakah dia akan menghubungi Kim Jong Un lagi, seperti dikutip dari CNA, Sabtu (25/1/2025).

Trump menjalin hubungan diplomatik yang tidak biasa dengan Kim Jong Un selama masa pemerintahannya dari 2017 hingga 2021. Selain beberapa kali bertemu langsung, Trump bahkan menyatakan bahwa keduanya "jatuh cinta".

Korea Utara mengklaim bahwa mereka mengembangkan senjata nuklir sebagai langkah untuk menghadapi ancaman dari AS dan sekutunya, termasuk Korea Selatan. 

Kedua Korea secara teknis masih berperang sejak konflik 1950 hingga 1953 yang berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

Sebagai negara yang terisolasi dan miskin, Korea Utara telah melakukan beberapa uji coba nuklir dan rudal balistik. Mereka juga sering kali membanggakan program nuklir sebagai simbol prestise. 

AS dan sekutunya memperingatkan bahwa langkah Korea Utara dapat merusak stabilitas kawasan, sementara PBB telah mengeluarkan beberapa resolusi yang melarangnya.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio sendiri memiliki pandangan berbeda dengan Trump. Dalam sidang konfirmasinya di Senat, dia mengakui bahwa upaya merangkul Korea Utara tidak menghasilkan kesepakatan yang langgeng untuk menghentikan program nuklir mereka.

Rubio melabeli Kim Jong Un sebagai "diktator" dan menambahkan, "Perlu ada keseriusan dalam mengevaluasi kebijakan lebih luas terhadap Korea Utara."

Selain itu, Rubio menyerukan upaya untuk mencegah perang antara Korea Utara, Korea Selatan, dan Jepang, serta mencari cara untuk mencegah krisis tanpa mendorong negara-negara lain untuk mengembangkan program senjata nuklir mereka sendiri.

Dalam wawancara dengan Fox News, Trump mengenang upayanya untuk mencapai kesepakatan senjata dengan sekutu-sekutu Korea Utara, Rusia dan China, di akhir masa jabatan pertamanya.

Menurut laporan saat itu, upaya pada 2019 tersebut bertujuan untuk menetapkan batas baru bagi senjata nuklir Rusia dan membujuk China bergabung dalam perjanjian pengendalian senjata.

"Saya sangat dekat dengan kesepakatan. Saya akan membuat kesepakatan dengan Putin tentang denuklirisasi ... Tapi pilpres yang buruk mengganggu kami," katanya, merujuk pada kekalahannya dalam Pilpres AS 2020 atas Joe Biden.

Pete Hegseth, calon Trump untuk memimpin Pentagon, baru-baru ini menyebut Korea Utara sebagai "kekuatan nuklir" dalam sebuah pernyataan yang diajukan ke panel Senat.

Menanggapi hal itu, Kementerian Pertahanan Seoul menyatakan bahwa status Korea Utara sebagai kekuatan nuklir "tidak dapat diakui" dan bahwa mereka akan bekerja sama dengan AS untuk mencapai denuklirisasi.

Beberapa hari menjelang pelantikan Trump pada 20 Januari, Pyongyang meluncurkan beberapa rudal balistik jarak pendek, yang memicu spekulasi bahwa Kim Jong Un mungkin ingin menyampaikan pesan kepada Trump.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel