Kelompok Pemantau: Tahanan Palestina di Israel Alami Penyiksaan Sistematis Sebelum Dibebaskan
DikoNews7 -
Israel dilaporkan menyiksa tahanan Palestina dengan pemukulan dan perlakuan merendahkan yang kejam sebelum mereka dibebaskan. Hal ini diungkapkan kelompok yang mengawasi urusan para tahanan Palestina.
Abdullah al-Zaghari, kepala Masyarakat Tahanan Palestina (PPS), menyatakan pada Minggu (2/2/2025), sebagian besar tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara Israel sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza mengalami penyiksaan sistematis beberapa hari sebelum pembebasan mereka.
Dalam beberapa laporan terbarunya, kelompok pemantau tersebut mencatat bentuk-bentuk penyiksaan dan kekerasan yang parah, termasuk menyiram tahanan dengan air mendidih dan mengencingi mereka.
Zaghari menyebut tindakan ini sebagai usaha balas dendam Israel. Dia pun mendesak pihak-pihak yang memediasi kesepakatan gencatan senjata, termasuk tim Palang Merah dan lainnya, memastikan keselamatan dan martabat para tahanan Palestina yang dibebaskan. Dia menuntut Israel segera menghentikan penyiksaan terhadap mereka.
"Palang Merah harus bertanggung jawab merawat tahanan yang dibebaskan dan menjaga martabat mereka hingga mereka tiba di tempat tinggal mereka, sama seperti mereka memastikan kedatangan tahanan Israel yang dibebaskan dari Jalur Gaza," tambah Zaghari seperti dikutip dari Middle East Eye (MEE), Selasa (4/2).
Dia mengungkapkan terdapat kesaksian mengerikan dari tahanan yang dipukuli dengan sangat keras, baik sebelum maupun setelah mereka dibebaskan dari penjara, terutama tahanan yang dibebaskan ke Jalur Gaza.
Zaghari mencatat sebagian besar tahanan menderita penyakit, termasuk skabies, akibat kondisi buruk tempat penahanan mereka.
"(Ini adalah) bukti dari mentalitas penjajahan yang berusaha merusak citra tahanan Palestina dan mendistorsi citra tersebut di hadapan rakyatnya," ujarnya.
Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan juga melaporkan bahwa sebagian besar tahanan di penjara yang dikelola Israel menderita kelelahan hingga penurunan berat badan.
"Ada tahanan yang pingsan, namun tidak ada dokter atau perawat yang datang untuk memeriksanya atau membawanya ke klinik," ungkap komisi ini.
Pada awal Agustus tahun lalu, kelompok hak asasi manusia Israel, B'Tselem, menuduh otoritas Israel secara sistematis menyiksa warga Palestina di kamp-kamp penyiksaan. Mereka diperlakukan dengan kekerasan parah dan pelecehan seksual.
Laporan mereka yang berjudul "Selamat Datang di Neraka" ini berdasarkan 55 kesaksian dari mantan tahanan yang berasal dari Jalur Gaza, Tepi Barat yang diduduki, Yerusalem Timur, dan warga negara Israel. Sebagian besar tahanan tersebut ditahan tanpa pengadilan.
Penyiksaan tercatat di fasilitas penahanan sipil dan militer di seluruh Israel, yang menyebabkan kematian setidaknya 60 warga Palestina dalam tahanan Israel dalam waktu kurang dari 10 bulan.
Sifat sistematis kekerasan di semua fasilitas ini dengan jelas menunjukkan bahwa kebijakan yang terorganisir dan diterapkan oleh pihak otoritas penjara Israel tidak dapat disangkal.
Penyelidikan oleh surat kabar Israel, Haaretz, mengungkapkan bahwa seperempat dari tahanan Palestina di penjara Israel terinfeksi skabies dalam beberapa bulan terakhir.
Warga Palestina yang ditahan oleh Israel mengaku bahwa perlakuan keji mereka adalah sengaja dilakukan, bukan akibat kelalaian.
Seorang tahanan yang dikutip Haaretz mengungkapkan, "Ketika kami meminta pengobatan, mereka mengatakan kami adalah teroris dan harus mati."
Physicians for Human Rights (Dokter untuk Hak Asasi Manusia) menyatakan tahanan tidak diberikan mesin cuci di tempat penahanan dan mereka tidak diberi pakaian yang cukup.
Ameena Altaweel, seorang peneliti di Pusat Studi Tahanan Palestina, mengungkapkan kepada MEE bahwa lembaga-lembaga hak asasi manusia Palestina secara konsisten telah memperingatkan tentang penyakit di penjara.
Kepadatan tahanan, sebut Altaweel, adalah alasan utama penyebaran penyakit. Hal ini diperparah oleh langkah-langkah Israel yang menurutnya sengaja diterapkan untuk menyebabkan penderitaan, seperti tidak mengisolasi tahanan setelah infeksi terdeteksi dan tidak memberikan pengobatan.
Saat ini terdapat lebih dari 10.400 warga Palestina yang dipenjara, dengan setidaknya 3.376 di antaranya ditahan dalam penahanan administratif - penahanan seseorang tanpa tuduhan atau proses pengadilan yang jelas.