Eks Kapolres Ngada Jadi Tersangka Pencabulan Anak


DikoNews7 -

Kasus pencabulan anak di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menyedot perhatian berbagai pihak.

Bagaimana tidak, pencabulan dilakukan oleh oknum yang seharusnya menegakan keamanan yakni Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja yang kini sudah menjadi eks Kapolres Ngada.

Ia ditangkap pada Kamis, 20 Februari 2025 di Kupang, NTT, oleh tim gabungan Paminal Bidpropam Polda NTT dan Divisi Propam Polri.

Penangkapan ini terkait dugaan penyalahgunaan narkoba dan kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. Setelah diamankan, AKBP Fajar langsung dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan di Propam Mabes Polri.

Kasus ini terungkap setelah Divisi Hubinter Polri menerima informasi pada 22 Januari 2025 dan langsung melakukan penyelidikan bersama Polda NTT. Proses hukum berjalan cepat, AKBP Fajar dimutasi dan ditetapkan sebagai tersangka.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memastikan akan terus mengawal kasus ini.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menegaskan bahwa pihaknya akan memastikan penanganan dan pemulihan terhadap anak korban kekerasan seksual berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak.

“Kami mengapresiasi semua pihak yang telah bertindak cepat dalam pengungkapan kasus dan pendampingan kepada anak-anak korban. Sejak 24 Februari, berbagai upaya telah dilakukan, termasuk pemindahan korban untuk mendapatkan perlindungan yang lebih baik,” kata Nahar mengutip keterangan resmi, Sabtu (15/3/2025).

Koordinasi antara berbagai pihak, seperti Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda NTT dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi NTT dan Kota Kupang, menunjukkan sinergi yang baik dalam menangani kasus ini, tambahnya.

Korban usia 6 hingga 20 Tahun

Sejauh ini, lanjut Nahar, terdapat tiga anak korban masing-masing berusia 6 tahun, 13 tahun, 16 tahun, dan seorang perempuan dewasa berusia 20 tahun.

“Mereka telah diidentifikasi dan mendapat pendampingan psikososial yang diperlukan untuk mendukung proses pemulihan,” ujar Nahar dalam konferensi pers, Kamis (13/3/2025).

Selain pendampingan psikososial, Nahar mengatakan pemerintah juga terus berupaya memastikan bahwa anak-anak korban mendapatkan hak dan perlindungan khusus sesuai dengan kebutuhan mereka. 

Ia menegaskan bahwa proses ini masih panjang dan akan terus dipantau agar anak-anak tidak mengalami dampak negatif yang lebih luas akibat kasus yang mereka hadapi.

“Kami bersama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Kepolisian Nasional, dan Direktorat Tindak Pidana PPA-PPO Bareskrim Polri akan terus melakukan berbagai upaya agar seluruh anak yang terlibat dalam permasalahan ini mendapatkan perhatian yang sama,” ujarnya.

4 Aspek Utama Perlindungan Khusus Anak

Nahar menjelaskan, dalam memberikan perlindungan khusus bagi anak, terdapat empat aspek utama yang harus diperhatikan agar proses ini dapat berjalan efektif dan menyeluruh.

Aspek pertama adalah penanganan cepat untuk menghindari dampak yang lebih besar bagi anak. Kecepatan dalam merespons kasus sangat penting agar anak tidak mengalami trauma berkepanjangan.

Kedua, setelah korban teridentifikasi, pendampingan psikologis harus segera diberikan guna membantu anak dalam mengatasi tekanan emosional akibat kejadian yang dialaminya.

Aspek ketiga adalah dukungan terhadap kebutuhan anak selama masa pemulihan. Anak yang mengalami kejadian traumatis membutuhkan bantuan dalam berbagai bentuk. 

Baik berupa kebutuhan dasar maupun dukungan lainnya agar mereka dapat kembali menjalani kehidupan dengan lebih baik.

Aspek keempat, pendampingan dan perlindungan selama proses hukum berlangsung, sehingga hak-hak anak tetap terjamin hingga kasus tersebut selesai ditangani.

Perlindungan Anak adalah Tanggung Jawab Bersama


Nahar mengingatkan bahwa perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, baik keluarga, masyarakat, maupun seluruh elemen pemerintah dan lembaga terkait.

Ia menegaskan bahwa kerja sama dalam perlindungan anak tidak hanya terbatas di dalam negeri, tetapi juga melibatkan koordinasi lintas negara.

“Kemen PPPA menekankan bahwa perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, baik dari keluarga, masyarakat, hingga jaringan nasional dan internasional. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan bagi korban benar-benar terwujud, sekaligus memastikan sistem perlindungan anak semakin kuat untuk mencegah kasus serupa di masa depan,” pungkas Nahar. ***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel