Hakim Djuyamto Terjerat Suap, Pakar Hukum Desak KY Telusuri Dugaan Mafia Peradilan


DikoNews7 -

Terjeratnya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, dalam kasus dugaan suap vonis lepas pada perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO), memicu desakan agar Komisi Yudisial (KY) turun tangan menelusuri kemungkinan keterlibatan jaringan mafia peradilan.

Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Prof. Abdul Fickar Hadjar, menegaskan bahwa KY memang memiliki kewenangan untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik hakim, namun bukan tidak mungkin lembaga tersebut juga bisa membuka ruang penyelidikan lebih dalam.

"KY (memang) menyidik soal pelanggaran etika hakim, tetapi tidak mustahil juga menyelidiki kasus korupsinya," ujar Fickar, Rabu (16/4/2025).

KY sendiri telah mengirim tim investigasi untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terhadap para hakim yang menjatuhkan vonis ontslag dalam kasus dugaan korupsi ekspor CPO.

Namun, menurut Fickar, jika dalam proses pemeriksaan ditemukan indikasi tindak pidana, KY dapat meneruskan temuan tersebut kepada lembaga penegak hukum lain.

"Jika dalam pemeriksaan ada kasus korupsinya, maka penanganan selanjutnya diserahkan kepada KPK atau Kejaksaan," tambahnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah mengungkap bahwa kasus suap terkait vonis lepas tiga perusahaan, Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group tidak berdiri sendiri. 

Kasus ini disebut memiliki kaitan erat dengan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang diduga bertindak sebagai makelar perkara.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa modus serupa pernah terjadi dalam kasus suap yang menyeret nama Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya, yang juga melibatkan Zarof Ricar.

Kedekatan dengan Juru Bicara MA

Dalam kasus tersebut, Zarof diduga menjadi perantara antara pihak pemberi suap dan hakim, agar terdakwa Ronald Tannur divonis bebas dalam perkara kematian Dini Sera Afrianti.

Kejaksaan kemudian menggeledah kediaman Zarof dan menemukan sejumlah bukti dugaan gratifikasi, termasuk uang tunai dengan nilai mencapai lebih dari Rp1 triliun. 

Dari bukti tersebut, penyidik memperoleh informasi mengenai aliran uang suap dari Marcella Santoso kepada para hakim yang menangani kasus korupsi ekspor CPO.

Sementara itu, sorotan publik juga mengarah pada kedekatan antara Juru Bicara Mahkamah Agung, Prof Yanto, dengan Djuyamto. Kedekatan itu mencuat ke publik setelah keduanya diketahui menerima gelar kehormatan dari Keraton Solo pada 17 Desember 2024.

Djuyamto sebelumnya pernah menangani perkara praperadilan yang diajukan oleh Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan memutuskan tidak menerima gugatan tersebut dalam sidang di PN Jakarta Selatan pada 13 Februari 2025.

Hakim asal Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, yang kini menjabat sebagai Humas PN Jakarta Selatan, tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp2,9 miliar berdasarkan laporan LHKPN yang dilaporkan ke KPK.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung menangkap Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dalam kasus dugaan suap sebesar Rp60 miliar terkait vonis lepas tiga perusahaan dalam perkara ekspor CPO. 

Dari jumlah tersebut, sekitar Rp22,5 miliar diduga dibagikan kepada tiga hakim: Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto. ***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel